Mengidentifikasi Modus dan Tipologi Tindakan Pencucian Uang di Industri Aset Kripto
Industri aset kripto dan teknologi Web3 telah membuka gerbang inovasi di sektor keuangan digital dengan segala potensinya. Perkembangan inovasi di industri aset kripto telah membuat industri ini menjadi incaran pihak-pihak tidak bertanggung jawab. Karakteristik aset kripto yang anonim, cepat, dan tanpa batas negara membuat sektor ini menjadi salah satu sarana bagi pelaku kejahatan untuk menyembunyikan atau mencuci dana hasil tindak pidana.
Menyadari risiko ini, pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Regulator dalam hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengambil langkah proaktif untuk menjaga integritas industri aset kripto dalam negeri. Melalui, Surat Edaran OJK No. 16/SEOJK.07/2025, OJK telah menetapkan kerangka kerja yang kuat untuk program Anti-Pencucian Uang sehingga memastikan para Pedagang Aset Keuangan Digital (PAKD) memiliki sistem yang kokoh agar tidak dimanfaatkan sebagai sarana pencucian uang.
Tiga Tahap Kegiatan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Untuk memahami bagaimana kejahatan ini terjadi, mari kita kenali tiga tahap kegiatan dalam siklus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Proses ini dilakukan untuk mengubah uang ‘kotor’ hasil kejahatan menjadi uang yang tampak ‘bersih’ dan sah.
Penempatan (Placement)
Ini adalah tahap pertama di mana uang tunai yang berasal dari tindak pidana dimasukkan ke dalam sistem keuangan. Dalam konteks aset kripto, pelaku bisa menggunakan uang tunai ilegal untuk membeli Bitcoin atau aset kripto lainnya melalui berbagai cara, seperti transaksi peer-to-peer (P2P) atau menggunakan perantara.
Pemisahan/Pelapisan (Layering)
Setelah dana masuk ke sistem keuangan, dalam hal ini aset kripto, pelaku akan melakukan serangkaian transaksi untuk menghilangkan jejak dan mengaburkan asal-usul harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana. Tekniknya bisa beragam, mulai dari memindahkan aset antar berbagai dompet anonim, menukar satu jenis kripto ke jenis lain berulang kali (chain-hopping), hingga menggunakan jasa crypto mixer yang dirancang khusus untuk memutus jejak transaksi.
Penggabungan (Integration)
Ini adalah tahap akhir di mana uang yang telah "dicuci" kembali masuk ke ekonomi riil seolah-olah berasal dari sumber yang sah. Uang tersebut kemudian bisa dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai jenis produk/jasa/layanan keuangan, atau untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana.
7 Modus dan Tipologi Pencucian Uang Melalui Aset Kripto
Berdasarkan pedoman dari OJK yang tertera dalam Surat Edaran OJK No. 16/SEOJK.07/2025, berikut adalah modus dan tipologi TPPU yang mungkin terjadi melalui sarana PAKD
Structuring (Memecah Transaksi)
Upaya memecah satu transaksi besar menjadi beberapa transaksi dengan nilai yang lebih kecil untuk menghindari ambang batas pelaporan yang mencurigakan. Contoh: Pelaku ingin mencuci Rp500 juta, ia akan melakukan 50 kali transaksi pembelian aset kripto senilai Rp10 juta di waktu yang berbeda atau melalui beberapa akun.
Smurfing (Menggunakan Banyak Nama)
Mirip dengan structuring, namun dana hasil kejahatan dipecah dan ditransaksikan melalui banyak rekening atau akun atas nama individu yang berbeda (smurf). Tujuannya adalah untuk menyamarkan identitas pemilik manfaat (beneficial owner) yang sebenarnya.
Mingling (Mencampurkan Dana)
Teknik mencampurkan atau menggabungkan dana hasil kejahatan dengan dana dari hasil usaha yang sah. Tujuannya adalah untuk mengaburkan sumber dana hasil kejahatan.
Penyalahgunaan Jasa Profesional
Pelaku kejahatan menggunakan jasa profesional seperti konsultan hukum, notaris, atau akuntan termasuk akuntan publik dengan tujuan untuk membuat struktur perusahaan yang rumit, perwalian (trust), atau skema hukum lainnya. Tujuannya adalah untuk mengaburkan identitas penerima manfaat dan sumber dana hasil kejahatan.
Penggunaan Nama Orang Lain (Nominee)
Pelaku menggunakan identitas orang lain, anggota keluarga, dan/atau pihak ketiga oleh pihak-pihak yang berada dalam struktur kepengurusan nasabah dan akan mewakili nasabah dalam proses pembukaan hubungan usaha dengan PAKD. Hal ini dilakukan untuk mengaburkan identitas orang-orang yang melakukan tindak kejahatan dengan menggunakan identitas sah pihak lain.
Penggunaan Identitas Palsu
Pelaku menggunakan dokumen identitas palsu, curian, atau hasil rekayasa dan akan mewakili nasabah dalam proses pembukaan hubungan usaha dengan PAKD sehingga menghasilkan identitas baru yang seolah-olah asli dengan menggunakan identitas sah pihak lain.
- Penggunaan Perusahaan di Negara Tax Haven
Bekerja sama dengan atau menggunakan perusahaan cangkang (shell company) yang terdaftar di negara tax haven. Perusahaan ini biasanya tidak memiliki aktivitas bisnis nyata dan digunakan hanya untuk menampung dan mentransfer dana hasil kejahatan, sehingga sulit dilacak oleh otoritas hukum.
Penutup
Memahami tiga tahap dan tujuh modus pencucian uang di atas bukan hanya penting bagi regulator dan pelaku industri, tetapi juga bagi masyarakat. Dengan pengetahuan ini, kita dapat lebih waspada dalam mengidentifikasi aktivitas yang mencurigakan. Jika ada tawaran investasi dengan skema yang terlalu rumit atau meminta penggunaan identitas pihak ketiga, itu bisa menjadi tanda bahaya.
Bursa CFX memastikan seluruh Pedagang Aset Keuangan Digital (PAKD) yang sudah berizin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mematuhi regulasi dan penerapan program Anti Pencucian Uang (APU) berbasis risiko sesuai dengan yang tertera di Surat Edaran OJK No 16/SEOJK.07/2025. Hal ini sebagai upaya dari Bursa CFX untuk mencegah terjadinya modus dan tipologi TPPU melalui sarana PAKD.